Rabu, 17 Juni 2015

Banjir Bandang Georgia: Binatang Buas Lepas ke Jalan

Banjir-Bandang-Georgia 
Sempat mendengar negeri Georgia? Georgia bersama ibukotanya Tbilisi yakni satu buah negeri yg berada dalam dua benua disebelah timur Laut Hitam antara Benua Eropa & Benua Asia. Dalam sejarahnya Georgia merupakan sebentuk negeri akibat pecahan Uni Soviet. Luas wilayahnya 69.700 KM2 bersama warga tidak lebih dari 4.4 juta jiwa.

Sekian Banyak hri dulu, banjir bandang dahsyat menerjang pusat kota Tbilisi, Georgia. Satu juta lebih warga Kota Tbilisi pernah mengalami kekacauan keseluruhan dikarenakan banjir bandang yg mengalir deras isi celah-celah jalan di tengah Kota.

sampai kini, page VoaNews sudah melansir jumlah korban tewas akibat banjir bandang Tbilisi mencapai 16 orang terhadap Selasa tempo hari, sesudah sesosok mayat ditemukan terbujur kaku di tengah taman kota. Tapi, Polisi setempat mengemukakan masihlah ada laporan 7 orang yg hilang akibat tersapu banjir bandang.

Hujan lebat yg mengguyur Georgia sejak Sabtu petang sudah memunculkan aliran deras sungai yg mengalir melintasi Kota Tbilisi. Akibatnya tanggul sungai Vere serta jebol tidak kuat menahan derasnya arus.

Aliran air bah juga membanjiri ke kota bersama amat deras. Menghancurkan rumah & menggenangi banyaknya jalan raya ditengah Kota Tbilisi. Sedikitnya 40 keluarga mesti merelakan rumahnya hancur hanyut terbawa derasnya air.

Satu perihal yg miris dalam kejadian banjir bandang di Georgia, merupakan bencana banjir ini ikut menerjang satu kebun binatang yg berada ditengah kota. Akibatnya, pagar & kandang binatang-binatang liar ikut hancur diterjang banjir. Puluhan binatang liar seperti singa, macan, serigala, bahkan kuda nil akbar ikut hanyut terbawa air bah sampai ke jalan-jalan kota. Juru berkata kebun binatang, Mria Sharashidze seperti yg dilansir dari page Voa mengemukakan bahwa ada 8 singa, 7 harimau, & sedikitnya 3 jaguar tewas tersapu banjir. Tidak cuma itu, dari 14 beruang yg dipunyai kebun binatang Tbilisi, cuma 2 beruang yg selamat. Demikian pula bersama 17 pinguin yg dipunyai, cuma 9 pinguin yg sukses diselamatkan akibat derasnya aliran air & lumpur yg menerjang kebun binatang.

diluar itu, sekian banyak hewan yg terlepas dari kandang & menghilang terbawa sampai ke jalan-jalan kota juga jadi ancaman bagi para masyarakat kurang lebih kota. Seperti yg dilaporkan oleh pemerintah setempat, sekian banyak singa, harimau, bahkan seekor kuda nil agung dilaporkan terbawa hanyut sampai ke tengah kota. Bahkan sekian banyak rilisan gambar di fasilitas internet sekian banyak jam sesudah bencana banjir bandang menunjukkan gambar seekor kuda nil agung sudah ditemukan sedang berjalan-jalan di tengah genangan lumpur banjir ditengah kota. Hasilnya tempo hari, kuda nil tersebut sukses dilumpuhkan bersama senjata bius utk seterusnya dikembalikan lagi ke dalam kebun binatang.(CAL) 
Sumber

Senin, 15 Juni 2015

Ratusan Sungai Jateng Tercemar: Ancam Bencana Banjir


Tidak bakal dipungkiri, sungai merupakan suporter roda kehidupan. Sungai yakni ruang peradaban bermula. Ribuan th peradaban manusia itu bermula dari aliran sungai akbar dunia. Tidak tidak cuma peradaban di Pulau Jawa, aliran sungai yg mengalir dari hulu ke hilir di Jawa yaitu pusat peradaban perdana kali bermula. Histori kerajaan era dulu juga mencatat bahwa nama-nama kerajaan gede macam Majapahit, Kediri, Tarumanegara, dll. berawal dari derasnya sumber manfaat yg bakal diperoleh dari aliran sungai.

Tetapi sekarang, kenyataan tersebut makin miris buat diakui. Beberapa Ratus aliran sungai di Pulau Jawa telah tidak pantas lagi jadi sumber kehidupan. Alirannya bagaikan genangan sampah & limbah berbahaya. Daerah aliran sungai tidak ubahnya juga sebagai pemasok sampah. Imbasnya bantaran sungai makin mengecil & menyempit. Saat keseimbangan lingkungan sungai semakin tidak berdaya dihancurkan oleh tangan-tangan manusia, sehingga sungai bakal memberikan ancaman nyata bencana tanah longsor & banjir.

Kenyataan tersebut kelihatan terang wilayah Propinsi Jawa Tengah. Sampai kini, jumlahnya 136 sungai yg mengalir rata di seluruh kota di jateng sudah tercemar & berada dalam keadaan kritis. Fakta tersebut di sampaikan oleh Sudarto, satu orang pakar lingkungan dari Kampus Diponegoro seperti yg dilansir dari page Tempo.co

Pencemaran limbah sudah memberikan kerusakan hebat di beberapa ratus sungai di Jawa Tengah. perihal ini terlihat terang berlangsung akibat pembuangan limbah industri & limbah domestik dari pemukiman yg tidak serasi tempatnya. Padahal nyata-nyatanya tidak sedikit industri di Jawa telah berlangsung dengan cara mutakhir dalam urusan instalasi pengolahan limbah, tetapi yg berjalan justru sebaliknya, limbah konsisten terbuang di sepanjang aliran sungai & imbasnya yakni angka kejadian bencana banjir yg semakin meningkat tiap tahunnya.

Tidak cuma dari industri, limbah busuk & berbahaya yg mengalir sepanjang aliran sungai di Jawa Tengah serta berasal dari permukiman. Pantas dipercaya bahwa sebahagian agung penduduk di Jawa memang lah belum mengenal technologi pengolahan limbah sama seperti negara-negara maju. Imbasnya, hujan lebat sebentar saja sanggup jadi banjir, meluapkan sungai seketika dikarenakan sudah rusaknya keseimbangan sungai. Air sungai pula tidak mampu diperlukan sbg penyangga kehidupan penduduk disekitar aliran sungai.

Masalah lain serta muncul disaat keseimbangan sungai telah begitu terkikis, bukan tidak bisa jadi bencana longsor atau pergerakan tanah di sekian banyak aliran sungai yg mempunyai tebing lumayan tinggi bakal berikan ancaman lain.

Sekian Banyak bln silam, (27/4) bencana longsor tebing sungai menerjang perbatasan Dukuh Plosorejo dgn Dukuh Malangan, Desa Kalimacan, Kalijambe, Sragen. Tebing setinggi empat m di pinggir Sungai Malangan ambrol sepanjang 12 m sesudah diguyur hujan deras. Longsoran tebing sungai memang lah tak dengan cara serentak berjalan akibat resiko pencemaran, tetapi Perubahan masif terhadap Daerah Aliran Sungai sudah nyata menyebabkan tidak sedikit kerugian. Janganlah hingga keadaan sungai yg telah begitu kritis di Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah tidak jadi prioritas pencegahan bencana. Strategi paling baik mesti serta-merta dipikirkan, sungai itu juga sebagai sumber kehidupan bukan berubah fungsi jadi sungai sumber bencana.(CAL) 
Sumber

Kamis, 11 Juni 2015

Kerusakan Hutan Mangrove di Kab. Talaud Picu Bencana Abrasi

Hutan Mangrove di Kab. Talaud

Kabupaten Kepulauan Talaud, alias yang tak jarang diucap Taroda oleh penduduk lokal adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Melonguane ditetapkan selaku pusat Ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud.

Berjarak sekitar 12 jam perjalanan laut dari Kota Manado, Sulawesi Utara, Talaud adalah kawasan perbatasan negeri paling utara Indonesia. Berbatasan pribadi dengan wilayah laut Davao del Sur, negera Filipina.

Selaku garda terdepan negeri, semenjak memekarkan diri dari Kabupaten Sangihe pada tahun 2000 silam, Talaud terus berbenah. Membangun infrastruktur wilayahnya membuat makin maju & berkembang. Tetapi kenyataannya, tiga pulau utama di Talaud yaitu Pulau Karakelang sebagai pulau terbesar & pusat Ibukota Kabupaten, Pulau Salibabu, serta Pulau Kabaruan masih terisolir oleh keterbatasan pembangunan infrastruktur, ekonomi, pendidikan, jalur transportasi, telekomunikasi, sampai pertahanan & keamanan.

Melainkan kini, di tengah status keterbatasan infrastruktur. Talaud masih terus bergegas membangun beraneka motif penyangga kebutuhan dasar. Tak terkecuali ruko, hunian, serta perkantoran. Wilayah daratan Kepulauan Talaud andaikan dilihat makin detail sekedar seluas 1.251 Km2 ataupun kurang dari 6 persen dari keseluruhan luas wilayahnya. Sisanya yaitu wilayah kekayaan laut Talaud yang menjangkau luasan 37.800 Km2 (95,24%).

Sekitar 70 persen kian luas wilayah daratan Kepulauan Talaud masih yakni area hutan lebat, dan hutan Mangrove di pesisir pantai. Hutan-hutan yang masih asri ini yakni rumah bagi beraneka macam daerah asal khas kepulauan Talaud serta membuat tameng terakhir bagi ancaman riisko bencana abrasi & pengikisan daratan.

Namun kini, kenyataan pembangunan yang masif telah menghasilkan dampak yang buruk bagi lingkungan Kepulauan Talaud. Seperti yang dilansir dari portal Mongabay.Co.Id yang menuliskan bahwa telah terjadi penebangan hutan mengrove ilegal di Kelurahan Beo Barat, Kabupaten Talaud. Beo yakni wilayah yang berada di Pulau Ă¢��BesarĂ¢�� Karakelang.

Aksi pembabatan hutan mangrove dilakukan buat membangun empat unit rumah toko (ruko). Diketahui aksi ilegal tersebut dilakukan oleh saudara termuda mantan pejabat Pemerintah Talaud. Sontak pemberitahuan pengrusakan lingkungan ini mendapat marak kecaman dari para aktivis lingkungan. Jika hutan mangrove menghilang, maka ancaman risiko bencana abrasi akan semakin gawat terjadi, mengikis perlahan wilayah pinggiran pulau. Apabila gelombang tinggi datang, bukan tak mungkin air pasang bakal naik dan membanjiri rumah warga di pesisir.

Luas hutan Mangrove di Kelurahan Beo yang dibabat sekitar setengah hektar. Padahal di samping selaku pencegah bencana, ekosistem mangrove sangat penting peranannya demi tempat ikan bertelur,habitat burung, kelelawar, kepiting, & salah satu jenis seakan kerapu.

Hutan mangrove yang lebat & sudah berumur tua nyatanya memang punya peranan penting selaku benteng banjir serta penahan fenomena pasang air laut. Apabila air sungai meluap, bakal naik ke jalan & meluap sampai-sampai menghanyutkan jembatan. Hal ini nyatanya pernah terjadi di wilayah Talaud salah satu waktu silam

Kejadian pembabatan liar hutan mangrove maupun hutan tropis bakal alih kegunaan hutan sejauh ini memang bukan terjadi di Talaud saja. Entah apa yang ada dipikiran oknum masyarakat Indonesia pengrusak hutan. Rentetan kejadian bencana yang bergulir deras di negara kita masihkah belom menciptakan peringatan terhadap tindakan pengrusakan alam?

Padahal sudah banget jelas teorinya, bahwa hutan yaitu entitas utama yang mampu memperlihatkan keamanan dari timbulnya bencana banjir, tanah longsor, abrasi, matinya ekosistem, dan lain sebagainya. (CAL)
Sumber

Bencana Akibat Kerusakan Lingkungan Mengintai Belitung

Kabupaten Belitung serta Belitung Timur, dua wilayah yang berada di Kepulauan Belitung sudah sejak tahun Belanda dahulu tersohor sebagai wilayah utama penambangan timah. Terutama di wilayah Belitung Timur yang beribukota Manggar. Lokasi fenomenal sebagai tempat novel Laskar Pelangi.

Kini keindahan Belitung telah berada dalam fase kritis. Marak pihak menilai, situasi Belitung Timur sudah berada dalam kerusakan alam yang masif akibat penambangan yang makin tak terkontrol. Kerusakan ekosistem lingkungan ini bakalan mengancam akibat beraneka bencana alam.

Kerusakan ekosistem yang semakin fatal di wilayah Belitung pun akhirnya telah memaksa pemerintah setempat bakal menekan aktifitas pertambangan. Kini sektor pertambangan timah sebagai pekerjaan utama warga Belitung perlahan telah diubah menjabat sektor pariwisata, pertanian, dan perikanan.

Kerusakan ekosistem yang makin tak terkontrol di wilayah Belitung sedikitnya telah memicu dan menimbulkan banyak sekali efek bencana. Mulai dari kebakaran hutan, banjir bandang, rob, tanah longsor, kabur embun, sampai-sampai ancaman bencana gempa bumi & bukit meletus dari arah lembah Krakatau di Selat Sunda.

Dari sekian marak formasi bencana alam yang mengancam Belitung tersebut, banjir bandang dan tanah longsor membuat dua kategori yang paling dicemaskan terjadi di wilayah ini. Di Belitung, kerusakan lingkungan telah menjelma problem yang serius. Andaikan dilihat dari udara, bisa dilihat dari mata kepala sendiri macam mana lingkungan telah hampir habis dibabat oleh areal pertambangan. Menyisakan danau serta rongga-lubang di di tanah sisa dari pertambangan timah. Satu wilayah yang berada dalam situasi amat mengkhawatirkan ada di Kulong Kaolin, Desa Perawas, Tanjungpandan, Belitung. Di wilayah ini, sisa pertambangan timah terang tampak dari danau buatan yang terbentuk risiko pengambilan tanah dalem jumlah masif.

Pembakaran hutan untuk membuka wilayah tambang, pertambangan timah ilegal, penggunaan bom ikan yang merusak terumbu karang serta areal hutan bakau dahulu memang sering dilakukan masyarakat Belitung di kehidupan sehari-hari. Aktvitas yang amat merusak tersebut terus berjalan sampai-sampai puluhan tahun. Kini, dampaknya terang tampak. Catatan BPBD wilayah Belitung seperti yang dilansir oleh portal Bangkanews memperlihatkan angka 267 kali bencana alam yang terjadi atas 2014 lalu. Catatan bencana tersebut memiliki rincian: banjir bandang dan rob 20 kali kejadian, tanah longsor 24 kali kejadian, angin kencang 26 kejadian, & kabut asam risiko kebakaran hutan 13 kali kejadian.

Nyata sudah betapa ekosistem lingkungan di Belitung sedang dalem fase yang kritis. Pengurangan aktifitas yang telah mengacaukan lingkungan harus terus diusahakan. Jangan hingga keserakahan manusia menurut perlahan menenggelamkan Belitung diantara ratus tahun nanti. (CLA)
Sumber

Senin, 08 Juni 2015

Fakta Bencana Kesehatan Global Menurut WHO

Hari kesehatan Dunia, dalam kalender event internasional dirayakan tiap tahunnya atas tanggal 7 April. Pada saat ini, telah lewat dua bulan lantas sejak perayaan ulang tahun kelahiran Lembaga kebugaran Dunia ataupun World Health Organization itu dirayakan selaku pengingat prihal bermacam potensi kebugaran yang membayang pada setiap umat manusia di bumi ini.

Sejak kesatu kali didirikan pada 7 April 1968 WHO alias Lembaga kesehatan Dunia memiliki tugas utama bakal mengambil peran penting pada pencegahan beraneka dilema seputar informasi kebugaran. Selama 67 tahun berkiprah dalem dunia kemanusiaan Internasional, WHO mendaftar fakta-fakta yang bergulir seputar info kebugaran, berikut rincian fakta terbilang:

    sejak tahun 1990, harapan aktif seorang bayi yang baru lahir rata-rata meningkat menjelma 6 tahun lebih banyak ketimbang generasi sebelumnya. Fakta berdasar riset menunjukkan bayi yang terlahir pada 2012, dapat berharap aktif rata-rata hingga usia 70 tahun. Alias 62 tahun usia di negara yang berpenghasilan rendah, serta 79 tahun usia di zona yang berpenghasilan tinggi.
    Lahir prematur, atau kelahiran yang enggak normal sebelum 9 bulan zaman kehamilan yaitu aspek pembunuh utama bagi bayi yang baru lahir ke dunia. WHO mencatat setiap tahunnya ada 1 dari 10 bayi yang terlahir ke dunia ini dalem situasi prematur.
    Sejumlah 6.6 juta anak-anak meninggal setiap tahunnya efek penyakit kurangnya kepedulian terhadap kesehatan serta kebersihan. Setidaknya angka impian hidup anak dapat meningkat drastis bahwa mendapatkan akses maksimal terhadap ASI pribadi, vaksin anti penyakit menular, obat-obatan, air bersih, serta sanitasi yang tepat.
    Penyakit tipe Kardiovaskular atau penyakit yang menyerang jantung serta pembuluh darah yang memicu serangan jantung dan stroke merupakan pemicu utama angka kematian di dunia. Data WHO menawarkan bahwa 3 dari 10 angka kematian di dunia diakibatkan karena penyakit yang menyerang Kardiovaskular. Meningkatnya angka kematian akibat serang jantung & pembuluh darah ini Menjadi semakin masif risiko konsumsi rokok & semakin minimnya agenda orang demi berolah tubuh secara teratur.
    Angka kematian akibat virus HIV/AIDS terbanyak terkandung di Sub- Gurun Sahara negara-zona Afrika. Melainkan, statistik global memperlihatkan kabar yang positif bahwa kematian gara-gara HIV menurun hampir 50%, dari 2.3 juta kematian atas 2005 menciptakan 1.6 juta kematian di penghujung 2012.
    Depresi adalah satu unsur dari sekian marak pemicu utama kecacatan manusia di dunia ini. Tekanan hidup serta perkembangan laju ekonomi yang oleh sebab itu menggurita menyebabkan angka depresi semakin meningkat tiap tahunnya. Sekitar 300 juta orang di semuanya dunia berada dalam kondisi depresi tinggi.
    Rokok adalah mesin pembunuh hampir 6 juta orang tiap tahunnya di segenap dunia. Dari 6 juta kematian, hampir 5 juta kematian merupakan akibat langsung dari penggunaan rokok yang perlahan menyerang & mematikan fungsi tenggorokan, paru-paru, hati, & jantung. Sedangkan sisanya (1 juta orang) diidentifikasi meninggal akibat terpaan dari asap rokok orang lain (perokok pasif).
    Sejumlah 3500 orang di semuanya dunia meninggal menurut sia-sia dijalan raya setiap harinya akibat kecelakaan maka-lintas. Jakarta, Mumbai merupakan satu dari sekian marak kota-kota padat di dunia ini yang memiliki angka kecelekaan jalan raya tertinggi.

(ijal, dari beraneka macam sumber)

Rabu, 03 Juni 2015

Bencana Pergerakan Tanah, Mungkinkah Jakarta Tenggelam?

Jakarta TenggelamSadarkah Anda bahwa selain bertumbuh ke atas, perlahan kota Jakarta pun tenggelam semakin ke dasar tanah?
Sebagai satu dari sekian kota metropolitan di Asia Tenggara, Jakarta terus bertumbuh ke atas tiap tahunnya. Pertumbuhan Ibukota berwujud pada makin beragamnya pembangunan gedung-gedung pencakar langit di setiap sudut Jakarta. Mulai dari yang berwujud hunian permukiman apartemen, hingga yang berbentuk hunian perkantoran. Tempat segala aktivitas ekonomi dipertaruhkan.
Beban jutaan ton dari bangunan gedung pencakar langir, infrastruktur masif, hingga perumahan elit iyang harus ditahan oleh struktur tanah di Jakarta semakin menunjam tanah ibukota. Ditambah pula oleh jutaan liter gas dan air tanah yang tersedot dari balik tanah ibukota.
Seperti yang dikutip dari laman Kompas.com yang menyebutkan fakta mengejutkan bahwa setiap tahunnya Kota super padat Jakarta mengalami bencana pergeseran tanah. Tanah di ibukota ambles atau mengalami penurunan dari posisi awalnya.
Beban berat bangunan mega besar yang terus menerus didirikan tiap harinya di ibukota menjadi penyebab utama amblesnya tanah di Ibukota. Daya dukung lingkungan ibukota mungkin sudah menyerah dengan pengrusakan dan keserakahan penduduk Ibukota sejak puluhan tahun Jakarta di cap sebagai pusat perdagangan dan perekonomian Indonesia.
Data dari Dinas Perindustrian dan Energi di DKI menunjukkan bahwa sejak 2002 hingga 2010, wilayah Muara Baru di Jakarta Utara ambles sedalam 116 cm, atau satu meter lebih! Berturut-turut data menunjukkan penurunan tanah di Ibukota, Cengkareng Barat (ambles 65 cm); Kelapa Gading (ambles 47 cm); Thamrin (ambles 15 cm).
Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta, Yusuf Effendi seperti yang dikutip dari portal Kompas.com mengutarakan alasan mengapa tanah di Ibukota terus mengalami penurunan. Menurutnya ada empat faktor yang sangat mempengaruhi pergerakan tanah, yaitu penyedotan air tanah yang diluar batas kemampuan tanah, eksploitasi minyak dan gas, beban bangunan yang super berat, hingga konsolidasi alami lapisan tanah.
Jutaan penduduk dari beragam provinsi di negeri tumpah ruah memadati tiap petak Ibukota, menyedot segala kekayaan lingkungan tanpa pernah berpikir untuk mengembalikannya lagi ke pada alam. Jutaan liter air tanah disedot oleh gedung-gedung menjulang, meninggalkan rongga besar di beberapa titik lokasi di Ibukota.
Akibatnya, bencana pergerakan tanah semakin mengancam. Risiko bencana banjir pun jelas meningkat, karena logikanya air akan mencari lokasi terendah. Apabila posisi tanah Jakarta sudah lebih rendah daripada air laut, maka risiko bencana banjir dahsyat sudah membayang di tiap jengkal Ibukota.
Kini, bencana Jakarta tenggelam memang sudah bukan lagi berbentuk ancaman palsu. (ijal)

Kepadatan Penduduk Jakarta jadi Biang Keladi Bencana Banjir

Banjir JakartaSilahkan Anda sebutkan wilayah mana di Ibukota yang masih menjadi taman asri atau bahkan hutan asri dan digunakan sebagai daerah resapan air? Tentu luasannya sangat tidak sebanding dengan beban Kota Jakarta yang diperuntukkan bagi lahan hunian dan perkantoran. Logikanya jelas, pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkontrol akan berbanding lurus dengan permintaan lahan bagi rutinitas ekonomi dan penunjang kehidupan.
Bayangkan, dua belas juta tujuh ratus ribu jiwa penduduk Jakarta yang tercatat di pagi hari, dan sembilan juta sembilan ratus ribu jiwa pada malam hari. Itulah gambaran kasar total penduduk Jakarta menurut data terakhir Pemerintah Provinsi Ibukota di tahun 2014. Dua belas juta kepala yang mengisi kota Jakarta setiap harinya, beradu sesak, dan berbagi emosi dalam himpitan 664 ribu km2 luasan Ibukota.
Maka dari itu, tak aneh apabila Ibukota menjadi wilayah langganan bencana banjir. Secara umum Jakarta secara geografis memang terletak pada dataran rendah tanpa perbukitan sama sekali, bahkan beberapa wilayah Jakarta di bagian utara memiliki ketinggian tanah lebih rendah daripada air laut, hal ini yang menyebabkan Jakarta dahulu kala ketika zaman pra Kemerdekaan pembangunan kotanya berkiblat pada negara Belanda, satu negara yang juga wilayahnya sebagian besar berada lebih rendah daripada permukaan laut.
Kondisi permukaan tanah Jakarta yang rendah ini diperparah oleh sangat terbatasnya lokasi resapan air. Lahan resapan air disulap total menjadi wilayah hunian pemukiman dan perkantoran. Ditambah pula oleh buruknya sistem drainase yang sudah sejak dulu dibangun. Aliran got dan selokan entah mengapa selalu terus menerus mampat dan tak berfungsi maksimal.
Makin diperparah pula oleh 9 juta total penduduk Jakarta yang menetap yang berperilaku amat gemar membuang sampah sembarangan. Bayangkan 7000 ton adalah angka produksi sampah yang dihasilkan penduduk Jakarta setiap harinya!
Sampah yang tak terangkut ke pembuangan akhir akan menggenang dan hanyut di kali yang melintas ibukota Jakarta. Tak ayal, jika hujan deras melanda. Tak butuh waktu lama bagi Ibukota untuk lekas terendam banjir, dari yang hanya sebatas genangan air di jalan-jalan ibukota hingga jalan raya yang berubah wujud menjadi bak aliran sungai, dengan kedalaman lebih dari 2 meter.
Makin liarnya pertumbuhan penduduk di Ibukota pun berdampak buruk bagi lingkungan bantaran sungai. Tiga belas sungai atau Kali yang menjalar di Ibukota antara lain Kali Angke, Pesanggrahan, Ciliwung, Cipinang, Buaran, Sunter, Cakung dll penuh sesak oleh rumah-rumah liar yang dibangun seadanya persis di pinggir sungai. Semakin menggerus dan mempersempit lebarnya Daerah Aliran Sungai.
Akibatnya jelas, daya tampung sungai semakin habis tergerus, hujan sejenak saja mampu membanjiri Ibukota. Bencana banjir tak dapat dipungkiri sudah menjadi bagian dari kehidupan Jakarta. Banjir, kepadatan penduduk dan Jakarta. Tiga entitas yang tak pernah bisa dipisahkan, entah sampai kapan. (ijal)