Kamis, 11 Juni 2015

Kerusakan Hutan Mangrove di Kab. Talaud Picu Bencana Abrasi

Hutan Mangrove di Kab. Talaud

Kabupaten Kepulauan Talaud, alias yang tak jarang diucap Taroda oleh penduduk lokal adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Melonguane ditetapkan selaku pusat Ibukota Kabupaten Kepulauan Talaud.

Berjarak sekitar 12 jam perjalanan laut dari Kota Manado, Sulawesi Utara, Talaud adalah kawasan perbatasan negeri paling utara Indonesia. Berbatasan pribadi dengan wilayah laut Davao del Sur, negera Filipina.

Selaku garda terdepan negeri, semenjak memekarkan diri dari Kabupaten Sangihe pada tahun 2000 silam, Talaud terus berbenah. Membangun infrastruktur wilayahnya membuat makin maju & berkembang. Tetapi kenyataannya, tiga pulau utama di Talaud yaitu Pulau Karakelang sebagai pulau terbesar & pusat Ibukota Kabupaten, Pulau Salibabu, serta Pulau Kabaruan masih terisolir oleh keterbatasan pembangunan infrastruktur, ekonomi, pendidikan, jalur transportasi, telekomunikasi, sampai pertahanan & keamanan.

Melainkan kini, di tengah status keterbatasan infrastruktur. Talaud masih terus bergegas membangun beraneka motif penyangga kebutuhan dasar. Tak terkecuali ruko, hunian, serta perkantoran. Wilayah daratan Kepulauan Talaud andaikan dilihat makin detail sekedar seluas 1.251 Km2 ataupun kurang dari 6 persen dari keseluruhan luas wilayahnya. Sisanya yaitu wilayah kekayaan laut Talaud yang menjangkau luasan 37.800 Km2 (95,24%).

Sekitar 70 persen kian luas wilayah daratan Kepulauan Talaud masih yakni area hutan lebat, dan hutan Mangrove di pesisir pantai. Hutan-hutan yang masih asri ini yakni rumah bagi beraneka macam daerah asal khas kepulauan Talaud serta membuat tameng terakhir bagi ancaman riisko bencana abrasi & pengikisan daratan.

Namun kini, kenyataan pembangunan yang masif telah menghasilkan dampak yang buruk bagi lingkungan Kepulauan Talaud. Seperti yang dilansir dari portal Mongabay.Co.Id yang menuliskan bahwa telah terjadi penebangan hutan mengrove ilegal di Kelurahan Beo Barat, Kabupaten Talaud. Beo yakni wilayah yang berada di Pulau Ă¢��BesarĂ¢�� Karakelang.

Aksi pembabatan hutan mangrove dilakukan buat membangun empat unit rumah toko (ruko). Diketahui aksi ilegal tersebut dilakukan oleh saudara termuda mantan pejabat Pemerintah Talaud. Sontak pemberitahuan pengrusakan lingkungan ini mendapat marak kecaman dari para aktivis lingkungan. Jika hutan mangrove menghilang, maka ancaman risiko bencana abrasi akan semakin gawat terjadi, mengikis perlahan wilayah pinggiran pulau. Apabila gelombang tinggi datang, bukan tak mungkin air pasang bakal naik dan membanjiri rumah warga di pesisir.

Luas hutan Mangrove di Kelurahan Beo yang dibabat sekitar setengah hektar. Padahal di samping selaku pencegah bencana, ekosistem mangrove sangat penting peranannya demi tempat ikan bertelur,habitat burung, kelelawar, kepiting, & salah satu jenis seakan kerapu.

Hutan mangrove yang lebat & sudah berumur tua nyatanya memang punya peranan penting selaku benteng banjir serta penahan fenomena pasang air laut. Apabila air sungai meluap, bakal naik ke jalan & meluap sampai-sampai menghanyutkan jembatan. Hal ini nyatanya pernah terjadi di wilayah Talaud salah satu waktu silam

Kejadian pembabatan liar hutan mangrove maupun hutan tropis bakal alih kegunaan hutan sejauh ini memang bukan terjadi di Talaud saja. Entah apa yang ada dipikiran oknum masyarakat Indonesia pengrusak hutan. Rentetan kejadian bencana yang bergulir deras di negara kita masihkah belom menciptakan peringatan terhadap tindakan pengrusakan alam?

Padahal sudah banget jelas teorinya, bahwa hutan yaitu entitas utama yang mampu memperlihatkan keamanan dari timbulnya bencana banjir, tanah longsor, abrasi, matinya ekosistem, dan lain sebagainya. (CAL)
Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar